Friday, July 8, 2011

Sejarah Hari Raya Nyepi dan Maknanya


Bila Anda tinggal di Bali, pasti akan merasakan suasana Nyepi yang jarang ditemui di kota lain di Indonesia. Di Bali umat Hindu merayakan Nyepi secara serentak. Nyepi yang identik dengan suasana sepi dan gelap gulita ternyata mempunyai sejarahnya sendiri.
Kita semua tahu bahwa agama Hindu berasal dari India dengan kitab sucinya Weda. Di awal abad masehi bahkan sebelumnya, Negeri India dan wilayah sekitarnya digambarkan selalu mengalami krisis dan konflik sosial berkepanjangan. Pertikaian antar suku-suku bangsa, al. (Suku Saka, Pahiava, Yueh Chi, Yavana dan Malaya) menang dan kalah silih berganti. Gelombang perebutan kekuasaan antar suku menyebabkan terombang-ambingnya kehidupan beragama itu. Pola pembinaan kehidupan beragama menjadi beragam, baik karena kepengikutan umat terhadap kelompok-kelompok suku bangsa, maupun karena adanya penafsiran yang saling berbeda terhadap ajaran yang diyakini. Dan pertikaian yang panjang pada akhirnya suku Saka menjadi pemenang dibawah pimpinan Raja Kaniskha I yang dinobatkan menjadi Raja dan turunan Saka tanggal 1 (satu hari sesudah tilem) bulan 1 (caitramasa) tahun 01 Saka, pada bulan Maret tahun 78 masehi. Dari sini dapat diketahui bahwa peringatan pergantian tarikh saka adalah hari keberhasilan kepemimpinan Raja Kaniskha I menyatukan bangsa yang tadinya bertikai dengan paham keagamaan yang saling berbeda. Sejak tahun 78 Masehi itulah ditetapkan adanya tarikh atau perhitungan tahun Saka, yang satu tahunnya juga sama-sama memiliki 12 bulan dan bulan pertamanya disebut Caitramasa, bersamaan dengan bulan Maret tarikh Masehi dan Sasih Kesanga dalam tarikh Jawa dan Bali di Indonesia. Sejak itu pula kehidupan bernegara, bermasyarakat dan beragama di India ditata ulang. Oleh karena itu peringatan Tahun Baru Saka bermakna sebagai hari kebangkitan, hari pembaharuan, hari kebersamaan (persatuan dan kesatuan), hari toleransi, hari kedamaian sekaligus hari kerukunan nasional. Keberhasilan ini disebar-luaskan keseluruh daratan India dan Asia lainnya bahkan sampal ke Indonesia. Kehadiran Sang Pendeta Saka bergelar Aji Saka tiba di Jawa di Desa Waru Rembang Jawa Tengah tahun 456 Masehi, dimana pengaruh Hindu di Nusantara saat itu telah berumur 4,5 abad. Dinyatakan Sang Aji Saka disamping telah berhasil mensosialisasikan peringatan pergantian tahun saka ini, jüga dan peristiwa yang dialami dua orang punakawan. Pengiring atau caraka beliau diriwayatkan lahirnya aksara Jawa onocoroko doto sowolo mogobongo padojoyonyo.
Karena Aji Saka diiringi dua orang punakawan yang sama-sama setia, sama-sama sakti, sama-sama teguh dan sama-sama mati dalam mempertahankan kebenaran demi pengabdiannya kepada Sang Pandita Aji Saka.

Rangkaian peringatan Pergantian Tahun Saka Peringatan tahun Saka di Indonesia dilakukan dengan cara Nyepi (Sipeng) selama 24 jam dan ada rangkaian acaranya antara lain :

1. Upacara melasti, mekiyis dan melis Intinya adalah penyucian bhuana alit (diri kita masing-masing) dan bhuana Agung atau alam semesta ini. Dilakukan di sumber air suci kelebutan, campuan, patirtan dan segara. Tapi yang paling banyak dilakukan adalah di segara karena.sekalian untuk nunas tirtha amerta (tirtha yang memberi kehidupan) ngamet sarining amerta ring telenging segara. Dalam Rg Weda II. 35.3 dinyatakan Apam napatam paritasthur apah (Air yang murni baik dan mata air maupun dan laut, mempunyai kekuatan yang menyucikan).

2. Menghaturkan bhakti/pemujaan Di Balai Agung atau Pura Desa di setiap desa pakraman, setelah kembali dari mekiyis.

3. Tawur Agung/mecaru Di setiap catus pata (perempatan) desa/pemukiman, lambang menjaga keseimbangan. Keseimbangan buana alit, buana agung, keseimbangan Dewa, manusia Bhuta, sekaligus merubah kekuatan bhuta menjadi div/dewa (nyomiang bhuta) yang diharapkan dapat memberi kedamaian, kesejahteraan dan kerahayuan jagat (bhuana agung bhuana alit).
Dilanjutkan pula dengan acara ngerupuk/mebuu-buu di setiap rumah tangga, guna membersihkan lingkungan dari pengaruh bhutakala. Belakangan acara ngerupuk disertai juga dengan ogoh-ogoh (symbol bhutakala) sebagai kreativitas seni dan gelar budaya serta simbolisasi bhutakala yang akan disomyakan. (Namun terkadang sifat bhutanya masih tersisa pada orangnya).

4. Nyepi (Sipeng) Dilakukan dengan melaksanakan catur brata penyepian (amati karya, amati geni, amati lelungan dan amati lelanguan).

5. Ngembak Geni. Mulai dengan aktivitas baru yang didahului dengan mesima krama di lingkungan keluarga, warga terdekat (tetangga) dan dalam ruang yang lebih luas diadakan acara Dharma Santi seperti saat ini. Yadnya dilaksanakan karena kita ingin mencapai kebenaran. Dalam Yajur Weda XIX. 30 dinyatakan : Pratena diksam apnoti, diksaya apnoti daksina. Daksina sradham apnoti, sraddhaya satyam apyate.

Artinya : Melalui pengabdian/yadnya kita memperoleh kesucian, dengan kesucian kita mendapat kemuliaan. Dengan kemuliaan kita mendapat kehormatan, dan dengan kehormatan kita memperoleh kebenaran.

Sesungguhnya seluruh rangkaian Nyepi dalam rangka memperingati pergantian tahun baru saka itu adalah sebuah dialog spiritual yang dilakukan oleh umat Hindu agar kehidupan ini selalu seimbang dan harmonis serta sejahtera dan damai. 
Mekiyis dan nyejer/ngaturang bakti di Balai Agung adalah dialog spiritual manusia dengan alam dan Tuhan Yang Maha Esa, dengan segala manifetasi-Nya serta para leluhur yang telah disucikan.

Tawur Agung dengan segala rangkaiannya adalah dialog spiritual manusia dengan alam sekitar para bhuta demi keseimbangan bhuana agung bhuana alit. Pelaksanaan catur brata penyepian merupakan dialog spiritual antara din sejati (Sang Atma) seseorang umat dengan sang pendipta (Paramatma) Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam din manusia ada sang din /atrnn (si Dia) yang bersumber dan sang Pencipta Paramatma (Beliau Tuhan Yang Maha Esa). Sima krama atau dharma Santi adalah dialog antar sesama tentang apa dan bagaimana yang sudah, dan yang sekarang serta yang akan datang. Bagaimana kita dapat meningkatkan kehidupan lahir batin kita ke depan dengan berpijak pada pengalaman selama ini.

Maka dengan peringatan pergantian tahun baru saka (Nyepi) umat telah melakukan dialog spiritual kepada semua pihak dengan Tuhan yang dipuja, para leluhur, dengan para bhuta, dengan diri sendiri dan sesama manusia demi keseimbangan, keharmonisan, kesejahteraan, dan kedamaian bersama.

Namun patut juga diakui bahwa setiap hari suci keagamaan seperti Nyepi tahun 2009 ini, ada saja godaannya. Baik karena sisa-sisa bhutakalanya, sisa mabuknya, dijadikan kesempatan memunculkan dendam lama atau tindakan yang lain.  Dunia nyata ini memang dikuasai oleh hukum Rwa Bhineda. Baik-buruk, menang-kalah, kaya-miskin, sengsara-bahagia dst. Manusia berada di antara itu dan manusia diuji untuk mengendalikan diri di antara dua hal yang saling berbeda bahkan saling berlawanan.

6. Dharma Santi, Adapun Dharma Santi sebagai rangkaian akhir Nyepi merupakan hal yang wajib dilaksanakan, baik di lingkungan keluarga, warga dekat maupun warga bangsa.

Dengan Dharma Santi kita dapat saling memaafkan jika ada kesalahan atau kekeliruan yang pernah terjadi setidak tidaknya dalam jangka waktu satu tahun sebelumnya. Di samping itu juga untuk berbincang-bincang perihal kehidupan bersama kita ke depan karena kondisi yang dihadapi akan semakin sulit dan semakin komplek, serba multi; multi etnis, multi dimensi, multi kepentingan, multi karakter dan multi kultural.
Oleh karena itu dharma Santi dapat dilaksanakan dimana saja dan kapan saja setelah Nyepi asal tidak lewat dari waktu kurang lebih sebulan sesudah Nyepi. Sangat baik kalau setiap habis hari raya keagamaan (bukan hanya pada Nyepi saja) diikuti dengan dharma Santi atau sima krama, atau secara spiritual sering juga dilakukan jika ada upacara piodalan di Pura dengan “meprani”. Mesima krama, meprani atau dharma Santi merupakan ajang berdialog antar sesama tentang berbagai aspek kehidupan.

Karena Weda menyatakan “Wasudewa kutumbakan” (seluruh dunia adalah bersaudara). Atau sarwa asa mama mitram bhawantu (Jadikanlah seluruh penjuru dunia sebagai sahabat kami). Untuk skup Bali, hal ini analog dengan konsep menyama braya yang perlu dimantapkan melalui dharma Santi. Jadi pergantian Tahun Saka adalah peringatan dari kebangkitan dan pembaharuan. Nyepi adalah renungan kesadaran untuk pengendalian diri. Dharma santi adalah dialog sesama demi keseimbangan hidup lahir bathin. (Drs. I Gusti Made Ngurah, M.Si. Sumber : www.parisada.org)/beritabali.com

Thursday, July 7, 2011

Crafts of Kepeng


Crafts kepeng or commonly known as piss bolong, are still to be excellent. Making crafts kepeng, required special skills. Currently such a craft has grown, not only as a complement to garnish corrected course, even now kepeng can be formed into a statue with a high sales value. Stringing''statue of kepeng dire need of expertise, to produce a sculpture of a balanced form of the required accuracy and years of practice, "said Suadnyana, a provider of craft products kepeng in Denpasar. One of the artworks of money is the statue of Goddess Sri kepeng and pelangkiran. The statue that symbolizes prosperity is formed from approximately 1000 kepeng who assembled one by one. Because now crafters have started to difficulties in obtaining raw materials kepeng original, an alternative that could be used as a raw material is kepeng imitation, though not original but it still not reduce the value of art contained in it, but because using a fake kepeng price also becomes cheaper. Consumers is limited, they mostly come from middle to upper economic groups. That makes it a lot kepeng sculpture on display at the mansions and hotels of international standard. Added, in addition to still be excellent domestic consumers, as well as many foreign tourists who are interested in collecting this type of craft. Usually tourists from mainland Europe and Australia are very interested in the uniqueness of the form, manner of manufacture, and raw material of this craft. sbradeBisnisbali

Tihingan Vilage


Klungkung is one of ten districts in the province of Bali. Tourism: nature, history, and culture are part of the attractions found in Klungkung regency. Among the many attractions are located in the Village Tihingan Banjarakan District, Klungkung Regency. From City Semarapura distance about 3 km to the west.
Its people mostly gong artisans, craftsmen either fully capable of producing gongs ranging from materials processing to finishing a complete gong there is also a craftsman who is only able to memproduski parts of the gong, such as clutches, clutches, kempuk, and pelvis. Expertise in the manufacture of the gong population is then made ​​their village's name became well known and therefore serve as one of the excursions in Klungkung regency.
In addition to the gong, they also make Semara Pegulingan, gender wayang, tang or angklung and some other music devices. The craftsmen can be grouped into two, namely artisan groups and expert groups. Artisan groups are the ones who make a gong made ​​from a metal filigree. Meanwhile, a group of experts are the ones that align the sound of a gong.

Puspanjali Dance

Puspanjali (puspa = flower, anjali = salute) is a welcome dance by a group of dancers who danced daughter (usually between 5-7 people). Featuring gentle movements combined with the graceful motions of a dynamic rhythmic, dance is a lot to take inspiration from the Rejang ceremonial dances, and describes a number of women in a respectful welcome the arrival of the guests who come to their island. This dance was created by N.L.N. Swasthi Wijaya (choreographer) and I Nyoman Windha (percussion accompaniment arranger) in 1989.
Along the development era, dance Puspanjali often displayed on formal occasions to welcome important guests.

Egg Painting

Balinese painting is very unique. Some use the canvas as well as egg media. Try your road to Ubud, a lot of paintings on display in galleries and shops along the street. Especially for the Egg Painting, cuman presence in the country village, near the rocks. There are only a few people here who have the skill to paint over eggshell. Try searching these roadside art shop owned by Mr. Sadra. Nemuinnya really so easy. See if in front of his shop was a lot of elementary and secondary school children who learned to paint in egg. Salut very same Mr. Sadra. Besides busy as a teacher who taught at one school in Sukawati, still spend time with his wife and children to teach science to paint over the eggs to schoolchildren around it for free. In fact, several times my guests who bring their children follow to learn to paint here. egg painting in Bali is much more ethnic than those in Europe or Africa. The price is much cheaper in Bali.