Monday, June 6, 2011

Bali Zoo Park,


 Sebuah suaka margasatwa tropis disurga. Suatu suaka margasatwa yang sempurna bagi 350 jenis burung, mamalia dan reptil. Berada dalam kawasan seluas 3.5 hektar lingkungan alami, taman ini dibangun seluas 30.000 meter persegi dengan pohon – pohon yang menjulang, rerumputan yang tinggi dan tanaman yang lebat, penciptaan ulang dari habitat alami binatang tersebut. Kebun binatang ini dipromosikan sebagai cara yang efektif untuk belajar tentang suaka margasatwa khususnya bagi anak – anak, juga berperan sebagai wahana untuk memperkenalkan kembali binatang yang terancam punah

Sunday, June 5, 2011

Wisata Bahari.



Salah satu cara untuk menambah pengalaman berwisata anda adalah dengan menikmati layanan wisata bahari atau lebih dikenal dengan water sport, untuk yang satu ini anda bisa nikmati dengan mengunjungi kawasan pantai Tanjung Benoa yang bisa ditempuh sekitar 30 menit dari Airport atau Kuta. Di pantai ini beraneka ragam olah raga air dikemas untuk wisatawan, ada snorkeling, parasailing, Banana boat rides, Jet ski dan masih banyak lagi.

UPACARA NGABEN


Ngaben adalah upacara pembakaran mayat yang dilakukan di Bali, khususnya oleh yang beragama Hindu, dimana Hindu adalah agama mayoritas di Pulau Seribu Pura ini.Di dalam Panca Yadnya, upacara ini termasuk dalam Pitra Yadnya, yaitu upacara yang ditujukan untuk roh lelulur. Makna upacara Ngaben pada intinya adalah untuk mengembalikan roh leluhur (orang yang sudah meninggal) ke tempat asalnya. Seorang Pedanda mengatakan manusia memiliki Bayu, Sabda, Idep, dan setelah meninggal Bayu, Sabda, Idep itu dikembalikan ke Brahma, Wisnu, Siwa.
Upacara Ngaben biasanya dilaksanakan oleh keluarga sanak saudara dari orang yang meninggal, sebagai wujud rasa hormat seorang anak terhadap orang tuanya. Dalam sekali upacara ini biasanya menghabiskan dana 15 juta s/d 20 juta rupiah. Upacara ini biasanya dilakukan dengan semarak, tidak ada isak tangis, karena di Bali ada suatu keyakinan bahwa kita tidak boleh menangisi orang yang telah meninggal karena itu dapat menghambat perjalanan sang arwah menuju tempatnya.
Hari pelaksanaan Ngaben ditentukan dengan mencari hari baik yang biasanya ditentukan oleh Pedanda. Beberapa hari sebelum upacara Ngaben dilaksanakan keluarga dibantu oleh masyarakat akan membuat “Bade dan Lembu” yang sangat megah terbuat dari kayu, kertas warna-warni dan bahan lainnya. “Bade dan Lembu” ini merupakan tempat mayat yang akan dilaksanakan Ngaben.
Pagi hari ketika upacara ini dilaksanakan, keluarga dan sanak saudara serta masyarakat akan berkumpul mempersiapkan upacara. Mayat akan dibersihkan atau yang biasa disebut “Nyiramin” oleh masyarakat dan keluarga, “Nyiramin” ini dipimpin oleh orang yang dianggap paling tua didalam masyarakat. Setelah itu mayat akan dipakaikan pakaian adat Bali seperti layaknya orang yang masih hidup. Sebelum acara puncak dilaksanakan, seluruh keluarga akan memberikan penghormatan terakhir dan memberikan doa semoga arwah yang diupacarai memperoleh tempat yang baik. Setelah semuanya siap, maka mayat akan ditempatkan di “Bade” untuk diusung beramai-ramai ke kuburan tempat upacara Ngaben, diiringi dengan “gamelan”, “kidung suci”, dan diikuti seluruh keluarga dan masyarakat, di depan “Bade” terdapat kain putih yang panjang yang bermakna sebagai pembuka jalan sang arwah menuju tempat asalnya. Di setiap pertigaan atau perempatan maka “Bade” akan diputar sebanyak 3 kali. Sesampainya di kuburan, upacara Ngaben dilaksanakan dengan meletakkan mayat di “Lembu” yang telah disiapkan diawali dengan upacara-upacara lainnya dan doa mantra dari Ida Pedanda, kemudian “Lembu” dibakar sampai menjadi Abu. Abu ini kemudian dibuang ke Laut atau sungai yang dianggap suci.
Puncak acara Ngaben adalah pembakaran keluruhan struktur (Lembu atau vihara yang terbuat dari kayu dan kertas), berserta dengan jenasah. Api dibutuhkan untuk membebaskan roh dari tubuh dan memudahkan reinkarnasi.
Ngaben tidak senantiasa dilakukan dengan segaera. Untuk anggota kasta yang tinggi, sangatlah wajar untuk melakukan ritual ini dalam waktu 3 hari. Tetapi untuk anggota kasta yang rendah, jenasah terlebih dahulu dikuburkan dan kemudian, biasanya dalam acara kelompok untuk suatu kampung, dikremasikan.
Setelah upacara ini, keluarga dapat tenang mendoakan leluhur dari tempat suci dan pura masing-masing. Inilah yang menyebabkan ikatan keluarga di Bali sangat kuat, karena mereka selalu ingat dan menghormati lelulur dan juga orang tuanya. Terdapat kepercayaan bahwa roh leluhur yang mengalami reinkarnasi akan kembali dalam lingkaran keluarga lagi, jadi biasanya seorang cucu merupakan reinkarnasi dari orang tuanya.sbr
(/diahayukusumastuty.wordpress.com)

MUSEUM ARKEOLOGI




Para ahli Arkeologi di Indonesia mempunyai asumsi bahwa kawasan antara Desa Bedulu-Tampaksiring merupakan pusat Kerajaan Bali Kuna. Dugaan ini didukung oleh sumber data tertulis berupa prasasti dan berbagai tinggalan arkeologi. Demikian pula dari sumber-sumber tertulis tradisional baik dalam usana Bali / Jawa maupun kitab-kitab babad.
Adapun benda cagar budaya yang terdapat di antara Tampaksiring dan Bedulu adalah : Candi Pegulingan, Tirta Empul, Candi Mengening, Candi dan Ceruk Gunung Kawi, Candi dan Ceruk Pengukur-ukuran, Pura Pusering Jagat, Pura Penataran Sasih, Pura Kebo Edan, Arjuna Metapa, Goa Gajah dan Petirtaan, Relief Yeh Pulu, Candi Tebing Tegallinggah, dan sebagainya.
Berdasarkan potensi arkeologisnya, maka dipilihlah Desa Bedulu sebagai lokasi dari Kantor Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Bali (BP3 Bali).

Museum Arkeologi (Museum Gedung Arca) adalah site museum yang dalam pengelolaanya merupakan bagian dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Bali Wilayah Kerja Propinsi Bali, NTB, dan NTT (BP3 Bali). Sejarah pendirian museum bermula dari gagasan dari Prof.Dr.R.P. Soejono dan Drs. Soekarto K.Atmojo (Mantan Kepala Dinas Purbakala Bali).Untuk memajangkan/memamerkan benda cagar budaya yang telah berhasil dilestarikan sejak berdirinya Jawatan Purbakala tahun 1950. Museum Arkeologi dengan koleksi unggulan berupa benda cagar budaya dari masa prasejarah dan sejarah yang seluruhnya berasal dari hasil pelestarian di wilayah Provinsi Bali, secara resmi dibuka oleh Dirjen Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tanggal 14 September 1974.

Lingkungan Pura Penataran Sasih ini menjadi sangat terkenal karena di sini terdapat sebuah Nikara Perunggu yang sangat besar dengan tinggi 186,5 cm dengan garis tengah 160 Cm. Nikara Perunggu ini sebenarnya berasal dari jaman Prasejarah atau Pra Hindu, yang juga terkenal dengan nama "Bulan Pejeng" karena dianggap sebagai "Bulan" yang jatuh ke bumi. Oleh karena itu lingkungan Pura ini disebut lingkungan Pura Penataran Sasih (Sasih=Bulan).
Yang sangat menarik perhatian adalah, hiasan Bulan Pejeng yang berbentuk kedok muka yang disusun sepasang-sepasang dengan matanya yang besar membelalak, telnganya yang panjang dan anting-antingnya yang dibuat dari uang kepeng dan hidungnya berbentuk segi tiga. Bulan Pejeng ini dianggap subangnya Kebo Iwa. Di dalam lingkungan Pura ini juga terdapat sejumlah Arca-arca Kuno yang penting. Lokasi
Lingkungan pura ini terletak di tengah-tengah Desa Pejeng di tepi jalan raya menuju Tampak Siring, kira-kira 8 km sebelah Barat Kota Gianyar dan 27 Km dari kota Denpasar. Di halaman depan lingkungan pura terdapat beberapa beberapa pedagang souvenir dan diseberang jalan raya terdapat juga sanggar pelukis. Tidak jauh ke arah Utara di sebuah perempata terdapat juga warung-warung makanan dan minuman.