Riwayat Kapal Karam di Nusantara
Kapal Belanda itu dihempas badai. Tak terlalu jauh dari daratan.
Ombak besar menghantam lambung kapal layar, kemudian oleng menabrak
karang. Orang-orang berlari menyelamatkan diri. Peristiwa itu terjadi di
tahun 1835, jauh sebelum Indonesia ada, dan direkam dalam sebuah
lukisan.
Kejadian tersebut terjadi di perairan Lacipara, di mulut Selat
Bangka, sebuah gugusan karang dekat dengan daratan Sumatera. Karamnya
kapal Belanda tersebut adalah salah satu kejadian dari rentetan kejadian
karamnya ribuan kapal di lautan Nusantara, sejak ratusan tahun silam.
Posisi Indonesia yang 70 persennya adalah wilayah perairan menjadi
sangat strategis. Letaknya di antara benua Asia dan Australia serta
Samudera Hindia dan Pasific. Teritorial itu menghubungkan Indonesia
dengan negara-negara di wilayah Eropa, Afrika, Timur tengah, Asia
Selatan dan Asia Timur. Indonesia juga dikenal sebagai salah satu daerah
yang kaya bahan rempah-rempah. Karenanya, sejak zaman dulu, perairan
Indonesia, sebagai persimpangan lalulintas internasional menjadi salah
satu perairan yang padat dan selalu dilayari kapal-kapal dagang.
Diperkirakan, sejak abad ke 10, ada ribuan kapal Cina, Belanda (VOC),
Inggris, Portugis, Spanyol, dan kapal dagang dalam negeri yang karam.
Kapal-kapal itu mengangkut banyak rempah dan beragam barang dagangan
hingga emas ke Indonesia.
UNESCO mencatat, ada 5 juta kapal karam di seluruh dunia. Sekitar
500.000, atau 10 persen berada di lautan Indonesia. Sedangkan 50.000 di
antaranya mengandung harta bernilai yang berusia ribuan tahun, tidak
sedikit yang memuat harta berharga bernilai tinggi. Apabila terdapat
kapal tenggelam di suatu wilayah dalam tempo lama dan tidak ada
pemiliknya maka kapal beserta muatannya menjadi milik pemerintahan di
wilayah karamnya kapal.
Sementara data Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kelautan dan
Perikanan, di perairan Indonesia terdeteksi 463 titik kapal tenggelam
yang bermuatan harta karun. Sejarawan Cina menyatakan, sekitar 30.000
kapal Cina yang melakukan perlayaran tidak pernah kembali ke pelabuhan
asalnya. Sebagian kapal itu berlayar ke Indonesia. kapal-kapal itu
banyak berlayar ke Timur dan Barat Sumatera, Selat Sunda, Pantai Utara
Jawa, Selat Karimata, dan Selat Makassar.
Ada beberapa faktor kapal karam di perairan Nusantara. Bahaya yang
ditimbulkan alam, di mana, banyak pelaut tidak bisa membaca keadaan
geografis lautan Nusantara. Faktor perang memperebutkan wilayah
perdagangan dan hasrat menguasai perairan juga membuat banyak kapal yang
kandas ke dasar lautan. Di samping juga kelalaian dan kesengajaan
seperti membakar kapal.
Sekitar abad 15, pertempuran laut dan sungai kerap terjadi di
perairan Nusantara. Kerajaan lokal dan pelaut Eropa seperti Portugis,
Inggris dan VOC Belanda yang kerap bentrok dengan kerajaan lokal.
Persaingan dagang sebagai komoditi pasar menjadi pokok utama
persengketaan. Karena itu, kapal dagang pada masa itu selalu dikawal
kapal yang dilengkapi persenjataan lengkap.
Selain pertempuran pendatang dengan pribumi, terjadi juga pertempuran
antara sesamapendatang yang memperebutkan wilayah penghasil rempah dan
jalur pelayaran laut. Belanda dan Perancis tercatat pernah bertempur di
perairan Makassar pada 1660, Banten pada 26 Desember 1601, dan di Selat
Malakapada 1636. Kerajaan Palembang juga pernah bertempur di sungai
dengan VOC Belanda pada November 1659. Tahun 1891 dan 1821 Kerajaan
Palembang-Darussalam juga bertempur dengan Kerajaan Belanda di sungai
Palembang.
Dalam buku Kapal Karam abad ke-10 di Laut Jawa Cirebon terbitan Badan
Nasional Benda Berharga Asal Kapal yang Tenggelam (BMKT) dicatat,
kapal-kapal yang melintasi perairan Nusantara sejak abad 10 adalah
kapal-kapal dari Eropa dan Asia. Mereka yang dari Asia seperti Cina
adalah adalah pedagang. Sementara yang dari Eropa seperti Belanda dan
Portugis adalah pelaut-pelaut yang dicap penjajah yang berperang
memperebutkan wilayah pelayaran dan jalur ekspor-impor hasil bumi.
Nusantara yang dulunya berbentuk kerajaan-kerajaan juga menguasai
ilmu pengetahuan laut. Karena itu, biasanya, kapal-kapal asing tersebut
memperkerjakan pelaut lokal (mualim) sebagai pemandu. Sebagian yang
tidak memakai jasa mualim lokallah yangkemudian diperkirakan karam di
perairan Nusantara.
Diperkirakan, para pelaut Nusantara telah menguasi ilmu navigasi
sejak lama. Mereka disebutkan telah mengenal peta. Sebuah catatan
Portugis abad 16 mencatatkan hal itu. Peta tentang Nusantara pertama
dibuat oleh Fransisco Rodriguez (1512). Peta bertuliskan aksara Jawa itu
karam di Selat Malaka, dikapal Albuquerque saat hendak dikirimkan
kepada Raja Portugal. Bisa jadi, pengetahuan ilmu peta Portugis di
wilayah Nusantara didasarkan pada peta-peta yang dibuat pelaut lokal.
Bambang Budi Utomo, dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi
Nasional menuliskan, sejarah bahari Nusantara dimulai jauh sebelum
bangsa Eropa menemukan daratan Asia. Sejak abad ke-4, hubungan luar
negeri pertama terjalin antara pelaut Nusantara dengan saudagar Arab dan
India. Jalur yang dibuat ekspor komuditi sudah digarap sejak saat itu.
Dari India, rempah Nusantara kemudian dibawa melalui jalan darat ke
Timur Tengah hingga ke Eropa.
I-Tsing, seorang biksu pengembara dari Tiongkok yang singgah ke
Sriwijaya (Palembang) pada abad ke-7 menyebutkan, pelayaran ke Tiongkok
dilakukan oleh kapal-kapal Sriwijaya. Mereka adalah pelaut ulung yang
berperan membuka jalur pelayaran timur ke Tiongkok dan jalur barat ke
India, Timur Dekat dan Afrika. Sejak saat itu, perdagangan antar
kerajaan terjadi. Dari Nusantara dikirim komuditi rempah, dan Tiongkok
kemudian membawa keramik-keramik ke Nusantara yang meliputi Jawa,
Sumatera dan sebagian Kalimantan.
Perdagangan antar wilayah tersebut terbangun hingga akhir abad ke-10.
Kolonialisme Eropa yang kemudian masuk mulai menguasai wilayah
perairan, perang memperebutkan jalur perdagangan. Tercatat bangsa
Portugis yang pertama masuk ke Malaka, yaitu sekitarabad ke 15. Sejak
saat itu, perang membuat banyak kapal karam di perairan Nusantara.
Hamzah Hasballah
http://hamzahhasballah.wordpress.com/2014/06/13/riwayat-kapal-karam-di-nusantara/
No comments:
Post a Comment