Monday, June 30, 2014

Riwayat Kapal Karam di Nusantara

Riwayat Kapal Karam di Nusantara
 

Kapal Belanda itu dihempas badai. Tak terlalu jauh dari daratan. Ombak besar menghantam lambung kapal layar, kemudian oleng menabrak karang. Orang-orang berlari menyelamatkan diri. Peristiwa itu terjadi di tahun 1835, jauh sebelum Indonesia ada, dan direkam dalam sebuah lukisan.
Kejadian tersebut terjadi di perairan Lacipara, di mulut Selat Bangka, sebuah gugusan karang dekat dengan daratan Sumatera. Karamnya kapal Belanda tersebut adalah salah satu kejadian dari rentetan kejadian karamnya ribuan kapal di lautan Nusantara, sejak ratusan tahun silam.
Posisi Indonesia yang 70 persennya adalah wilayah perairan menjadi sangat strategis. Letaknya di antara benua Asia dan Australia serta Samudera Hindia dan Pasific. Teritorial itu menghubungkan Indonesia dengan negara-negara di wilayah Eropa, Afrika, Timur tengah, Asia Selatan dan Asia Timur. Indonesia juga dikenal sebagai salah satu daerah yang kaya bahan rempah-rempah. Karenanya, sejak zaman dulu, perairan Indonesia, sebagai persimpangan lalulintas internasional menjadi salah satu perairan yang padat dan selalu dilayari kapal-kapal dagang.
Diperkirakan, sejak abad ke 10, ada ribuan kapal Cina, Belanda (VOC), Inggris, Portugis, Spanyol, dan kapal dagang dalam negeri yang karam. Kapal-kapal itu mengangkut banyak rempah dan beragam barang dagangan hingga emas ke Indonesia.
UNESCO mencatat, ada 5 juta kapal karam di seluruh dunia. Sekitar 500.000, atau 10 persen berada di lautan Indonesia. Sedangkan 50.000 di antaranya mengandung harta bernilai yang berusia ribuan tahun, tidak sedikit yang memuat harta berharga bernilai tinggi. Apabila terdapat kapal tenggelam di suatu wilayah dalam tempo lama dan tidak ada pemiliknya maka kapal beserta muatannya menjadi milik pemerintahan di wilayah karamnya kapal.
Sementara data Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kelautan dan Perikanan, di perairan Indonesia terdeteksi 463 titik kapal tenggelam yang bermuatan harta karun. Sejarawan Cina menyatakan, sekitar 30.000 kapal Cina yang melakukan perlayaran tidak pernah kembali ke pelabuhan asalnya. Sebagian kapal itu berlayar ke Indonesia. kapal-kapal itu banyak berlayar ke Timur dan Barat Sumatera, Selat Sunda, Pantai Utara Jawa, Selat Karimata, dan Selat Makassar.
Ada beberapa faktor kapal karam di perairan Nusantara. Bahaya yang ditimbulkan alam, di mana, banyak pelaut tidak bisa membaca keadaan geografis lautan Nusantara. Faktor perang memperebutkan wilayah perdagangan dan hasrat menguasai perairan juga membuat banyak kapal yang kandas ke dasar lautan. Di samping juga kelalaian dan kesengajaan seperti membakar kapal.
Sekitar abad 15, pertempuran laut dan sungai kerap terjadi di perairan Nusantara. Kerajaan lokal dan pelaut Eropa seperti Portugis, Inggris dan VOC Belanda yang kerap bentrok dengan kerajaan lokal. Persaingan dagang sebagai komoditi pasar menjadi pokok utama persengketaan. Karena itu, kapal dagang pada masa itu selalu dikawal kapal yang dilengkapi persenjataan lengkap.
Selain pertempuran pendatang dengan pribumi, terjadi juga pertempuran antara sesamapendatang yang memperebutkan wilayah penghasil rempah dan jalur pelayaran laut. Belanda dan Perancis tercatat pernah bertempur di perairan Makassar pada 1660, Banten pada 26 Desember 1601, dan di Selat Malakapada 1636. Kerajaan Palembang juga pernah bertempur di sungai dengan VOC Belanda pada November 1659. Tahun 1891 dan 1821 Kerajaan Palembang-Darussalam juga bertempur dengan Kerajaan Belanda di sungai Palembang.
Dalam buku Kapal Karam abad ke-10 di Laut Jawa Cirebon terbitan Badan Nasional Benda Berharga Asal Kapal yang Tenggelam (BMKT) dicatat, kapal-kapal yang melintasi perairan Nusantara sejak abad 10 adalah kapal-kapal dari Eropa dan Asia. Mereka yang dari Asia seperti Cina adalah adalah pedagang. Sementara yang dari Eropa seperti Belanda dan Portugis adalah pelaut-pelaut yang dicap penjajah yang berperang memperebutkan wilayah pelayaran dan jalur ekspor-impor hasil bumi.
Nusantara yang dulunya berbentuk kerajaan-kerajaan juga menguasai ilmu pengetahuan laut. Karena itu, biasanya, kapal-kapal asing tersebut memperkerjakan pelaut lokal (mualim) sebagai pemandu. Sebagian yang tidak memakai jasa mualim lokallah yangkemudian diperkirakan karam di perairan Nusantara.
Diperkirakan, para pelaut Nusantara telah menguasi ilmu navigasi sejak lama. Mereka disebutkan telah mengenal peta. Sebuah catatan Portugis abad 16 mencatatkan hal itu. Peta tentang Nusantara pertama dibuat oleh Fransisco Rodriguez (1512). Peta bertuliskan aksara Jawa itu karam di Selat Malaka, dikapal Albuquerque saat hendak dikirimkan kepada Raja Portugal. Bisa jadi, pengetahuan ilmu peta Portugis di wilayah Nusantara didasarkan pada peta-peta yang dibuat pelaut lokal.
Bambang Budi Utomo, dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional menuliskan, sejarah bahari Nusantara dimulai jauh sebelum bangsa Eropa menemukan daratan Asia. Sejak abad ke-4, hubungan luar negeri pertama terjalin antara pelaut Nusantara dengan saudagar Arab dan India. Jalur yang dibuat ekspor komuditi sudah digarap sejak saat itu. Dari India, rempah Nusantara kemudian dibawa melalui jalan darat ke Timur Tengah hingga ke Eropa.
I-Tsing, seorang biksu pengembara dari Tiongkok yang singgah ke Sriwijaya (Palembang) pada abad ke-7 menyebutkan, pelayaran ke Tiongkok dilakukan oleh kapal-kapal Sriwijaya. Mereka adalah pelaut ulung yang berperan membuka jalur pelayaran timur ke Tiongkok dan jalur barat ke India, Timur Dekat dan Afrika. Sejak saat itu, perdagangan antar kerajaan terjadi. Dari Nusantara dikirim komuditi rempah, dan Tiongkok kemudian membawa keramik-keramik ke Nusantara yang meliputi Jawa, Sumatera dan sebagian Kalimantan.
Perdagangan antar wilayah tersebut terbangun hingga akhir abad ke-10. Kolonialisme Eropa yang kemudian masuk mulai menguasai wilayah perairan, perang memperebutkan jalur perdagangan. Tercatat bangsa Portugis yang pertama masuk ke Malaka, yaitu sekitarabad ke 15. Sejak saat itu, perang membuat banyak kapal karam di perairan Nusantara. 


 Hamzah Hasballah
http://hamzahhasballah.wordpress.com/2014/06/13/riwayat-kapal-karam-di-nusantara/



No comments:

Post a Comment